Kamis, 15 September 2022

Kaidah Sastra, Teks dan Penggunaan Bahasa

 Nama : Aurel Gracia

Nim : 22016014

Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah

Dosen pengampu : Dr.abdurahman,M.pd.

Sesi(08.50-12.20)

1. Kaidah Sastra

A.  Bahasa Baku Teks Sastra

Penggunaan bahasa dalam karya sastra memiliki persamaan dan perbedaan dengan penggunaan bahasa non sastra. Persamaanya yaitu jika non sastra menggunakan bahasa Indonesia maka bahasa sastra pun menggunakan bahasa yang sama. Perbedaan bahasa sastra dan non sastra yaitu pengolahan bahasanya. Karya sastra mengolah bahasa sedemikian rupa sehingga dapat memancarkan efek estetika yang dapat memikat para pembaca. Tidak ada aturan yang mengikat penggunaan bahasa sastra. Lain hal dengan bahasa non sastra yang menggunakan bahasa formal atau bahasa baku dan terikat oleh aturan.

Salah satu genre sastra yang menampakkan unsur gaya bahasa di dalamnya adalah prosa fiksi. Prosa fiksi yang digemari oleh masyarakat salah 3 satunya adalah novel. Gaya bahasa yang digunakan dalam karya sastra novel berbeda dengan gaya bahasa yang digunakan genre sastra lain. Novel menggunakan gaya bahasa yang khas sehingga novel akan menjadi unik dan maknanya dapat dipahami oleh setiap pembaca.

Seorang pengarang atau sastrawan dalam pembuatan karya sastra juga perlu mengolah bahan baku untuk menghasilkan karya sastra. Bahan baku karya sastra adalah bahasa. Sastrawan mengolah bahasa agar menjadi indah dan bernilai seni. Sebab, keindahan itulah yang menyebabkan karya sastra disebut karya seni, yaitu seni sastra. Cara sastrawan menggunakan bahasa untuk menulis karya sastra berbeda dengan cara penulis lain untuk menghasilkan karya ilmiah. Penulis karya ilmiah bertujuan menyampaikan gagasan kepada pembaca. Karena itu, kata-kata yang dipilih dalam rakitan kalimatnya dibuat sedemikian rupa agar pembaca karya ilmiah dapat cepat menangkap dan memahami gagasan penulis. Lain halnya dengan sastrawan. Sastrawan menulis bukan hanya untuk menyampaikan gagasan kepada pembaca, melainkan juga menyampaikan perasaannya.

 B. Perkembangan Definisi Teks Sastra   

Ilmu ini sebenarnya sudah cukup tua. Cikal bakalnya muncul ketika filsuf Yunani, Aristoteles (384-322 SM) lebih dari 2000 tahun yang lalu telah menulis buku yang berjudul Poetica (bahasa Yunani) yang berarti: puisi, penulis, pembuat. Tulisan ini memuat tentang drama tragedi dan teori literatur pada umumnya.

Selanjutnya, istilah Poetica dalam kesusastraan disebut dengan bermacam istilah.

Misalnya, W.H. Hudson menyebutnya dengan The Study of Literature (studi literatur). Literature sendiri berasal dari bahasa latin literatura yang berarti belajar, menulis atau tata bahasa. 

Rene Wellek dan Austin Warren menamainya dengan Theory of Literature (teori literatur/sastra). Sedangkan Andre Lefevere, menyebutnya dengan Literary Knowledge atau pengetahuan literatur. Sedangkan A. Teeuw menggunakan istilah Literary Scholarship yang berarti ilmu sastra.

Yang dimaksud dengan teks sastra adalah teks-teks yang disusun dengan tujuan artistik dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, ada sastra lisan dan ada pula sastra tulis. Kajian ini berfokus pada kajian sastra tulis. Teks sastra berdasarkan ragamnya terdiri atas beberapa genre. Klasifikasi genre sastra itu didasarkan atas dasar kategori situasi bahasa. Berdasarkan situasi bahasa itulah sastra diklasifikasikan atas teks puisi, teks naratif atau prosa, dan teks drama.

 C. Bahasa Sastra VS Bahasa Keseharian   

Bahasa merupakan ciptaan umat manusia yang terbaik, digunakan untuk berkomunikasi satu dengan yang lain. Seiring berjalannya waktu, bahasa sudah berkembang menjadi berbagai jenis bahasa di seluruh dunia. Dengan berbagai macam bentuk penggunaan.

Bahasa sastra dan bahasa sehari-hari merupakan dua bentuk dari penggunaan bahasa. Sastra memberikan sebuah gambaran tentang kehidupan, di mana kehidupan itu terdiri dari kenyataan sosial. Artinya kehidupan manusia mencakup hubungan antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya.

Karya sastra tercipta dari hasil proses kreatif seseorang. Proses kreatif tersebut adalah kegiatan imajinatif seseorang dengan cara menyatukan ide. Konsep dari ide akan diwujudkan dalam sebuah bahasa yang mengandung nilai estetik dan nilai seni yang tinggi. Selain bersifat imajinatif, karya sastra juga dihasilkan dari kehidupan nyata seseorang di kehidupan masyarakat. Bahasa sastra merupakan suatu bahasa yang khas di dalam dunia sastra. Sastra tentunya tidak akan lepas dari nilai estetik atau nilai keindahan. 

Sastra bisa memberikan sinar keindahan yang tidak hanya dari bentuk saja, melainkan yang paling utama adalah bahasa yang digunakan di dalamnya. Melihat dari penggunaan bahasa sastra yang khas, seseorang juga harus bisa membedakan bahasa sastra, bahasa sehari-hari, serta bahasa ilmiah. 

Contoh bahasa sastra:

SAJAK PUTIH

Bersandar pada tari warna pelangi

Kau depanku bertudung sutra senja

Di hitam matamu kembang mawar dan melati

Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba

Meriak muka air kolam jiwa

Dan dalam dadaku memerdu lagu

Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka

Selama matamu bagiku menengadah

Selama kau darah mengalir dari luka

Antara kita Mati datang tidak membelah...

Puisi di atas berbicara tentang suasana hati yang bahagia, penuh harap dan cinta.

Namun, suasana jiwa yang demikian bersifat abstrak, tidak mudah diimajinasikan, maka Chairil Anwar mengekspresikannya melalui bentuk-bentuk ungkapan personifikasi agar dapat dibayangkan. Kata-kata yang dipakai dalam puisi itu sebenarnya kata-kata yang biasa didengar dan dipakai. Namun, dalam puisi itu disusun, didayakan dan dibentuk agar memiliki makna baru, makna yang belum biasa didengar dan dipakai.

Itulah manifestasi adanya unsur kreativitas, penciptaan, keaslian, kebaruan dalam bahasa sastra. Dalam puisi tersebut juga terdapat deotomatisasi yang terlihat pada struktur sintaksis larik-larik puisi yang tidak umum dan melanggar tata bahasa (bentuk deviasi).

Penyair membuat inversi, yaitu membalik susunan ‘Subjek-Predikat’ menjadi ‘Predikat-

Subjek’ pada larik 3-6.

Lantas, bagaimana bedanya dengan bahasa sehari-hari?

Bahasa sehari-hari atau disebut bahasa percakapan bukanlah sebuah konsep yang seragam. Bahasa sehari-hari mempunyai konsep yang bersifat tidak selaras atau irasional dan mengalami perubahan yang sesuai dengan adanya perkembangan historis bahasa. Walaupun bahasa sehari-hari juga berusaha memberikan ketepatan sama halnya dengan bahasa yang lainnya, seperti bahasa ilmiah. Bahasa sehari-hari merupakan salah satu bentuk bahasa yang paling umum dipakai di kalangan masyarakat. 

Contoh bahasa keseharian dengan teman, seperti guys, by the way, biasa aja kali, dan bahasa non formal lainnya.Dengan demikian, bahasa sehari-hari terdiri atas frasa dan kosakata yang umum, sehingga dapat mudah untuk dipahami. Bahasa sehari-hari mempunyai beberapa kategori, seperti penggunaan yang formal, penggunaan informal, serta penggunaan nonformal.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan mendasar antara bahasa sastra dengan bahasa sehari-hari atau bahasa percakapan. Bahasa sastra memiliki sifat yang lebih konotatif dan tercipta dari hasil proses penciptaan yang bersifat kompleks. Sedangkan bahasa sehari-hari memiliki sifat yang apa adanya atau disebut denotatif. Bahasa sehari-hari diwujudkan hanya dalam bentuk lisan dan tidak menghasilkan sebuah proses yang dapat diubah ke dalam kata agar bisa menjadi nilai yang lebih estetik.

Tetapi, hanya diucapkan dalam berkomunikasi.

D. Bahasa Sastra Vs Bahasa Ilmiah

Sebagai perbandingan, berikut karakteristik dari bahasa ilmiah dan bahasa sastra yang dikemukakan oleh Hyland (Nurgiyantoro, 2014:131-132). Bahasa dalam karya ilmiah memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) Bahasa ilmiah disusun sistematis, (2) karya ilmiah menggunakan gaya bahasa yang khusus 2 dalam mengembangkan argumen, (3) setiap ilmuan menggunakan gaya bahasa yang berbeda dalam mengembangkan ide dan temuan mereka, (4) mengembangkan penalaran dan argumentasi mencakup negosiasi antar personal dalam suatu komunitas keilmuan. 

Berbeda dengan bahasa karya ilmiah, bahasa sastra memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) bahasa sastra lebih dominan menggunakan perasaan daripada pikiran; (2) bahasa sastra lebih menunjuk pada makna konotatif; (3) bahasa sastra merupakan hasil kerja imajinatif; (4) bahasa ditandai dengan pengucapan yang menyimpang; dan (5) bahasa sastra menggunakan unsure tertentu untuk mencapai keindahan.

Perbandingan karakteristik bahasa sastra dan non sastra di atas dapat memperjelas bahwa bahasa karya sastra lebih bersifat kreatif dan merupakan hasil kerja imajinatif agar dapat mencapai keindahan bahasa. Berbeda dengan bahasa karya ilmiah yang terikat dengan aturan-aturan sehingga penyusunannya pun harus sitematis. Keindahan yang timbul dari bahasa sastra bergantung pada kepintaran atau gaya yang digunakan oleh setiap pengarang. Karena, meskipun tujuannya sama jika pengarang tidak dapat mengolah bahasa dengan baik maka karya sastra yang diciptakan tidak akan memiliki nilai estetika. Begitu pula sebaliknya, jika pengarang mampu mengolah bahasa dengan baik maka akan tercipta sebuah karya sastra yang baik pula. Jadi, keindahan suatu karya sastra ditentukan oleh unsur gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang.

E. Karakteristik Bahan Baku Teks Sastra

Bahasa sastra adalah bahasa yang istimewa (Simpson, 2004:98). Keistimewaan bahasa dalam sastra tersebut tampak pada pengolahan kata dan kalimat yang kesemuanya mampu menciptakan nuansa keindahan di dalamnya. Jadi, karakteristik bahasa sastra adalah

1. pertama adalah penggunaan bahasa yang estetis atau indah.

2. Kedua, bahasa sastra merupakan plastik untuk membungkus amanat dalam sebuah cipta sastra. Bahasa dalam karya sastra dijadikan sebagai media untuk menyampaikan amanat berupa ajaran dan berbagai pesan moral kepada pembacanya. Berbagai pesan moral yang disampaikan dalam karya sastra dibungkus dengan bahasa yang indah, sehingga pembaca bisa mendapatkan dua hal utama dalam sastra yaitu kenikmatan dari bahasa sastra dan manfaat di balik bahasa tersebut.

3. Ketiga, bahasa sastra dinamis. Hakikatnya, bahasa dalam karya sastra tidaklah berbeda dengan bahasa-bahasa yang digunakan pada umumnya. Perbedaannya hanya terletak pada pemanfaatan bahasa itu sendiri. Jika karya-karya nonsastra terkesan kaku dengan aturan-aturan baku tata bahasa formal, maka sastra tidak demikian. Sastra mampu memanfaatkan bahasa secara leluasan, karena penyusunan bahasa dalam karya sastra lebih dinamis (Tynjanov dalam Fokkema dan Kunne-Ibsch, 1977:22). Tidak ada tata bahasa formal yang mengatur pemanfaatan bahasa dalam karya sastra. Setiap pengarang sastra dapat memanfaatkan bahasa secara leluasa sesuai dengan caranya sendiri dalam menyampaikan pikiran, perasaan, gagasannya. Keleluasaan setiap pengarang dalam memanfaatkan bahasa dalam karya sastra dikenal dengan istilah licentia poetica.

4.Keempat, bahasa sastra bersifat simbolis dan konotatif. Sastra berisi realitas kehidupan manusia. Realitas kehidupan tersebut ada yang dikemukakan oleh pengarang sastra secara lugas dengan menggunakan bahasa-bahasa yang denotatif, namun ada juga yang diungkapkan secara simbolik dengan menggunakan bahasa-bahasa yang konotatif. Bahkan, penggunaan simbol dan bahasa yang konotatif menjadi salah satu ciri bahasa sastra. Dengan bahasa yang simbolis dan konotatif, pengarang sastra dapat mewakilkan kesan pribadinya terhadap sesuatu. Dengan begitu, walaupun pengarang merasa  simpati,takut, atau bahkan benci kepada sesuatu atau seseorang, dia tidak harus menyatakannya secara langsung, namun melalui simbol-simbol bahasa.


2. Teks dan Penggunaan Bahasa

A. Hakikat Teks Sebagai Ilmu (Tekstologi)

Tekstologi merupakan bagian dari ilmu filologi yang mempelajari seluk-beluk teks, terutama menelaah yang berhubungan dengan penjelmaan dan penurunan teks sebagai sebuah teks karya sastra, dari mulai naskah otograf (teks bersih yang ditulis pengarang) sampai pada naskah apograf (teks Salinan bersih oleh orang-orang lain), proses terjadinya teks, penafsiran, dan pemahamannya.Untuk memahami penjelmaan dan penurunan teks, peneliti harus memahami terlebih dulu karakteristik penurunan teks dengan karakteristik tiap-tiap jenis teks, sedangkan untuk menafsirkan eksitensi teks dengan pemahaman isinya peneliti hendaknya memahami penelitian teks.

Dalam teori lain, Prof. Oman pernah mengemukakan jika tekstologi itu hampir sama dengan filologi. Yang mana, kedua ilmu tersebut mempelajari bagaimana sejarah serta proses terjadinya teks sehingga muncul dalam bentuk tulisan. Kendati terkesan sama, namun hakikatnya kedua ilmu tersebut memiliki. Hal ini dapat dilihat dari cakupan ilmu masingmasing. Di mana, tekstologi lebih mempelajari proses terjadinya teks serta silsilah penurunannya dalam sebuah karya yang berupa tulisan.

Salah satu tokoh literasi yang bernama De Haan (dalam Baried, 1994:58) mengemukakan bahwa teks bisa terjadi akibat beberapa kemungkinan, diantaranya:

1. Aslinya teks itu hanya ada dalam ingatan pengarang atau pembawa cerita, atau tukang cerita. Setiap terjadi penurunan teks maka akan terjadi variasi teks.

2. Aslinya berupa teks tertulis yang masih memungknkan berubahan, atau karena memerlukan kebebasan seni.

3. Aslinya merupakan teks yang tidak mengizinkan kebebasan dalam pembawaanya.

Sedangkan menurut Lichacev dalam Undang. A Darsa:2015 mengemukakan bahwa tekstologi adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk-beluk teks, meliputi penjelmaan dan penurunan teks dalam sebuah naskah, penafsiran, serta pemahamannya.

Jadi, bila disimpulkan, arti dari tekstologi adalah ilmu yang mempelajari tentang teks secara mendalam pada karya sastra, meliputi sejarah terjadinya teks, proses terjadinya teks, serta bagaimana pelafalan itu menjadi sebuah teks yang bisa tersusun rapi menjadi naskah atau bacaan.

B. Ciri Khas Suatu Teks

Ciri-ciri suatu teks karya sastra, yaitu:

1. Isinya menggambarkan manusia dengan berbagai persoalannya.

Pada karya cerita fiksi , daya tariknya terletak pada cerita atau tokoh-tokoh yang diceritakan sepanjang cerita yang dimaksud.

2. Bahasanya yang indah atau tertata baik.

Selain itu, faktor bahasa juga memegang peran penting dalam menciptakan daya pikat.

3. Gaya penyajiannya yang menarik yang berkesan dihati pembaca.

Khusus cerita fiksi ada empat hal yang membantu menciptakan daya tarik cerita rekaan (1) kreativitas (2) tegangan (suspense) (3) konflik (4) jarak estetika. Uraian tersebut sebagaimana dikutip dari Waluyo (1994:58-60).

C. Jenis-Jenis Teks dalam Kaidah Tekstologi

Dalam penjelmaan dan penurunannya, secara garis besar dapat disebutkan adanya tiga macam teks, yaitu:

a. teks lisan (tidak tertulis)

b. teks naskah tulisan tangan

c. teks cetakan (Baried, 1985:56)

 Kalau kita lihat berdasarkan masa perkembangannya, teks yang pertama ada adalah teks lisan, teks lisan lahir dari cerita-cerita rakyat yang diturunkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi melalui tradisi mendongeng. Teks lisan berkembang menjadi teks naskah tulisan tangan yang merupakan kelanjutan dari tradisi mendongeng, cerita-cerita rakyat yang pernah dituturkan disalin ke dalam sebuah tulisan dengan menggunakan alat dan bahan yang sangat sederhana dan serta menggunakan aksara dan bahasa daerahnya masingmasing. Teks naskah tulisan tangan ini masih tradisional, setelah ditemukannya mesin cetak dan kertas oleh bangsa Cina maka perkembangan teks pun menjadi lebih maju, pada masa ini orang tidak harus susah-susah menyalin sebuah teks, tetapi teks-teks sangat mudah diperbanyak dengan waktu yang tidak lama maka lahirlah teks-teks cetakan.

D. Kaidah Teks Sastra dalam Kajian Tekstologi

Baried (1985-1957), menyebutkan ada sepuluh prinsip Lichacev yang dapat dijadikan sebagai pegangan penelitian tekstologi yang pernah diterapkan pada karya-karya monumental sastra lama Rusia. Kesepuluh prinsip tersebut adalah:

1. Tekstologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki sejarah teks suatu karya. Salah satu diantara penerapannya yang praktis adalah edisi ilmiah teks yang bersangkutan.

2. Penelitian teks harus didahulukan dari penyuntingannya.

3. Edisi teks harus menggambarkan sejarahnya.

4. Tidak ada kenyataan tekstologi tanpa penjelasan.

5.Secara metodis perubahan yang diadakan secara sadar dalam sebuah teks (perubahan ideology, artistik, psikologis, dan lain-lain) harus didahulukan daripada perubahan mekanis, misalnya kekeliruan tidak sadar oleh seorang penyalin.

6. Teks harus diteliti secara keseluruhan.

7. Bahan-bahan yang mengiringi sebuah teks harus diikutsertaan dalam penelitian.

8. Perlu diteliti pemantulan sejarah teks sebuah karya dalam teks-teks monumen sastra lain. 9. Pekerjaan seorang penyalin dan kegiatan skriptoria-skriptoria tentu harus diteliti secara menyeluruh.

10. Rekontruksi teks tidak dapat menggantikan teks yang diturunkan dalam naskah-naskah.

                          Kesimpulan

Penggunaan bahasa dalam karya sastra memiliki persamaan dan perbedaan dengan penggunaan bahasa non sastra. Persamaanya yaitu jika non sastra menggunakan bahasa Indonesia maka bahasa sastra pun menggunakan bahasa yang sama. Perbedaan bahasa sastra dan non sastra yaitu pengolahan bahasanya. Karya sastra mengolah bahasa sedemikian rupa sehingga dapat memancarkan efek estetika yang dapat memikat para pembaca. Tidak ada aturan yang mengikat penggunaan bahasa sastra. Lain hal dengan bahasa non sastra yang menggunakan bahasa formal atau bahasa baku dan terikat oleh aturan.

Bahasa sastra berbeda dengan bahasa keseharian dan bahasa ilmiah. Bahasa sastra memiliki sifat yang lebih konotatif dan tercipta dari hasil proses penciptaan yang bersifat kompleks. Sedangkan bahasa sehari-hari memiliki sifat yang apa adanya atau disebut denotatif,serta bahasa karya ilmiah terikat dengan aturan-aturan sehingga penyusunannya pun harus sitematis.   

Jika dilihat dari perkembangan teks sastra,teks sastra berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Teks yang pertama adalah teks lisan,teks lisan berkembang menjadi  teks naskah tulisan tangan,teks naskah tulisan tangan ini masih tradisional setelah ditemukan mesin cetak berkembang menjadi teks cetakan.

 

                          DAFTAR PUSTAKA 

Akidah, Siti Nur. 2016. Karya Sastra Modern dan Klasik. (Online)       (http://sitinurakidah311.blogspot.com/2016/03/?m=1- diunduh 2 September 2022)

Didipu, H. 2012. Karakteristik Bahasa Sastra. (Online). 

(http://hermandidipu.blogspot.com/2012/01/karakteristik-bahasa-sastra.html-   diunduh pada 2 September 2022).

Khanza,Mutia Chika.2019.Sastra dan Pendidikan Sastra. ( Online).

(https://kesusastraanitschika.blogspot.com/2021/09/laporan-membaca-mingguke-tiga-

%20mata.html?m=1,%20diakses%20pada%20tanggal%2031%20Agustus%2020 22.- diunduh 1 September 2022).

Nanda.2020. Apresiasi Sastra. (Online) (https://bahanajar.esaunggul.ac.id/esa113/2020/01/29/apresiasi-sastra/- diunduh 2 September 2022).

Rika Wijayanti. 2015. Ragam Bahasa Ilmiah vs Ragam Bahasa Sastra. (Online) (http://rika-wijayanti.blogspot.com/2017/02/ragam-bahasa-ilmiah-vs-ragambahasa.html- diunduh 2 September 2022).

Rangga, Adtya.2021. Sastra. ( Online) (https://cerdika.com/sastra/- diunduh 2 September 2022).

Rizal, Fach.2013. Karya Sastra Sebagai Suatu Teks. (Online)

(http://ichalmild.blogspot.com/2013/03/karya-sastra-sebagai-suatuteks.html?m=1- diunduh  2 September 2022).

Rafi,Muhammad.2022. Beda Bahasa Sastra Beda Bahasa Sastra dengan Bahasa Sehari-hari:       dengan-bahasa-sehari-hari-tinjauan-sifat-sastra- diunduh 2 September 2022). Tinjauan Sifat Sastra.(Online) (https://www.qureta.com/post/beda-bahasa-sastra-

Wellek, Rene dan Austin Warren. 2018. Teori Kesusastraan. (Online)

(https://www.qureta.com/post/beda-bahasa-sastra-dengan-bahasa-sehari-haritinjauan-sifat-sastra- diunduh 2 September 2022).

Yunita,Nia Oktavia.2021. Bahasa Sastra dan Teks Sastra. (Online)   

(https://niaoktaviayunita.blogspot.com/2021/09/bahasa-sastra-dan-tekssastra.html?m=1,- diunduh 1 September 2022). 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penyajian Masalah Semantik: Topik: Analisis Makna dalam Lirik Lagu Tulus: Album Monokrom

Nama          : Aurel Gracia Nim            : 22016014 Prodi        : Pendidikan bahasa dan sastra indonesia Analisis Makna dalam Lirik Lagu...