Nama : Aurel Gracia
Nim : 22016014
Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
Dosen pengampu : Dr.abdurahman,M.pd.
Sesi(08.50-12.20)
A. Hakikat Interpretasi Terhadap Karya
SastraSastra adalah sebuah karya yang terbuka terhadap berbagai interpretasi (penafsiran). Interpretasi merupakan proses menyampaikan pesan (makna) yang secara eksplisit dan implisit termuat dalam karya sastra. Interpreter adalah jurubahasa atau penerjemah pesan yang terdapat dalam karya sastra.
Kajian sastra, apa pun bentuknya, berkaitan dengan suatu aktivitas yakni interpretasi (penafsiran). Kegiatan apresiasi sastra dan kritik sastra, pada awal dan akhirnya, bersangkutpaut dengan karya sastra yang harus diinterpretasikan dan dimaknai. Semua kegiatan kajian sastra--terutama dalam prosesnya--pasti melibatkan keterlibatan konsep hermeneutika. Oleh karena itu, hermeneutika menjadi hal yang prinsip dan tidak mungkin diabaikan. Atas dasar itulah hermeneutika perlu diperbincangkan secara komprehensif guna memperleh pemahaman yang memadai.
Dalam hubungan ini, mula-mula perlu disadari bahwa interpretasi dan pemaknaan tidak diarahkan pada suatu proses yang hanya menyentuh permukaan karya sastra, tetapi yang mampu "menembus kedalaman makna" yang terkandung di dalamnya. Untuk itu, penafsir (si penafsir) harus memiliki wawasan bahasa, sastra, dan budaya yang cukup luas dan mendalam.
Berhasil-tidaknya interpreter untuk mencapai taraf interpretasi yang optimal, sangat bergantung pada kecermatan dan ketajaman interpreter itu sendiri. Selain itu, tentu saja dibutuhkan metode pemahaman yang memadai; metode pemahaman yang mendukung merupakan satu syarat yang harus dimiliki interpreter. Dari beberapa alternatif yang ditawarkan para ahli sastra dalam memahami karya sastra, metode pemahaman hermeneutika dapat dipandang sebagai metode yang paling memadai.
Pada mulanya hermeneutika adalah menemukan terhadap kitab-kitab suci. Namun, dalam batasan berikutnya, cakupannya berkembang dan mencakup masalah yang ditemukan secara menyeluruh (Eagleton, 1983: 66).
1.Sejarah dan Pengertian Hermeneutika
Secara tradisional, hermeneutika (hermeneutics) diartikan sebagai teori atau ilmu penafsiran. Term ini berasal dari bahasa Yunani hermeneuein, yang berarti menafsirkan atau menerjemahkan sesuatu ke dalam bahasa seseorang; atau dapat berarti memberikan ekspresi kepada atau pada yang lain.2 Dikatakan juga ia berasal dari kata hermeneutiko dengan pengertin yang mirip. Aristoteles menggunakan istilah hermeneias dalam bukunya Peri Hermeneias, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi On the Interpretation dan ke dalam bahasa Arab menjadi Fi al-,EDUDK.3
Istilah hermeneutika kemudian dikaitkan dengan teologi, tepatnya sub disiplin teologi yang membahas metodologi dan otentifikasi dalam penafsiran teks Kitab Suci dalam tradisi Kristen maupun Yahudi.6 Perkembangan hermeneutika, khususnya hermeneutika teks-teks, pada mulanya merebak dalam disiplin teologi, dan lebih umum lagi dalam sejarah permikiran teologis YudioKrisitiani. Lefevere (1977: 46) menyebutnya sebagai sumber-sumber asli, yakni yang bersandarkan pada penafsiran dan khotbah Bibel agama Protestan (bdk. Eagleton, 1983: 66).
hermeneutika dikaitkan dengan teori atau filsafat penafsiran makna/arti. Ia muncul menjadi topik utama dalam kajian filsafat ilmu-ilmu sosial dan humainora. Ia juga bahkan dimaknai sebagai filsafat seni dan bahasa dalam kritik sastra.
2. Hermeneutika Metodologis
Model ini memfokuskan pembahasannya pada problematika dalam penafsiran secara umum, dikenal sebagai metodologi bagi ilmu-ilmu kemanusian/humainora (geisteswissenschaften). Melalui analisa pemahaman (verstehen) sebagai metode yang cocok untuk melakukan SURVHV mengalami ulang· (re-experiencing) atau memikirkan ulang· (re-thinking) tentang apa yang telah secara sebenarnya dirasakan dan dipikirkan oleh pengarang. Proses hermeneutik seperti ini diharapkan akan membantu mengerti suatu proses pemahaman secara umum, yaitu bagaimana pembaca mampu mentransposisikan atau mengatur kembali suatu kompleksitas pemahaman pengarang ke dalam pemahaman pembaca dengan dunianya sendiri. Dengan kata lain, tugas pembaca adalah menghadirkan ulang proses dan hasil yang telah dicapai oleh pengarang. Dengan cara seperti ini, dalam pembacaannya, seorang pembaca akan terhindar dari salah mengerti pemikiran orang lain.13
Dua hal menjadi penting dari proses hermenutis di atas, yaitu obyek kajian dan media di mana proses hermeneutik dapat dilakukan. 3.Hermeneutika Filosofis
Hermeneutika filosofis menolak hermeneutika metodologis atau teoritis karena karater obyektivismenya20 yang terlalu menekankan pada pencarian basis penelitian ilmiah pemahaman. Hermeneutika filosofis meyakini bahwa peneliti sosial atau pembaca selalu berada dalam keterkaitannya dengan satu konteks tradisi. Artinya, dia sebenarnya telah mempunyai pra-pemahaman ketika dia mengawali penelitian, karena sebenarnya dia memulai penelitiannya tidak dalam keadaan yang benar-benar netral. Cara pandang terhadap relasi subyek dan obyek ini meniscayakan adanya perubahan paradigma, yaitu ketika mempertanyakan apa saja yang mesti terlibat dalam proses sebuah pemahaman, maka terjadi peralihan dari sikap reproduksi obyek penelitian ke paradigma partisipasi dalam komunikasi yang berlangsung (on going communication) antara masa lalu dan sekarang.
4.Hermeneutika Kritis
Secara umum, hermenutika mempertanyakan isi dari obyek penafsiran. Pertanyaanya adalah bagaimana pemahaman atas materi kajian mungkin dilakukan dan sampai sejauhmana proses tersebut dapat menentukan pengetahuan obyektif? Hermeneutika teoritis atau metodologis mencarinya dalam maksud pengarang, sehingga proses hermeneutika menjadi upaya untuk memediasi tradisi/masa lalu dengan pemahaman secara subyektif atas makna yang telah ditentukan, yaitu sesuai dengan maksud pengarang dengan hasil reproduksi makna. Hermeneutika filosofis mencari makna dalam isi teks melalui proses dialogis antara penafsir, konteks dan obyek dalam proses peleburan cakrawala yang terus menerus secara eksistensial dengan hasil produksi makna yang tidak terbatas. Sedangkan hermenutika kritis melakukan pencarian makna dalam proses dialog antara isi teks dan struktur ideologi realitas.34 Lebih spesifik lagi, hermenutika kritis mencari sebab-sebab pemahaman dan komunikasi yang distorsif (teralihkan atau terkurangi) dalam situasi interaksi yang normal. Karenanya proses analisa hermeneutika kritis mengkaitkannya pada penjelasan kausalitas dan prosedur interpretasi.
B.Hermeneutika dan Interpretasi Sastra
Hermeneutika yang berkembang dalam interpretasi sastra sangat berkait dengan perkembangan pemikiran hermeneutika, terutama dalam sejarah filsafat dan teologi karena pemikiran hermeneutika mula-mula muncul dalam dua bidang tersebut, sebagaimana dikemukakan di atas. Untuk memahami hermeneutika dalam interpretasi sastra, memang diperlukan pemahaman sejarah hermeneutika, terutama megenai tiga varian hermeneutika seperti dikemukakan Bleicher (hermeneutika metodologis/teoritis, filosofis, dan kritis). Dengan pemahaman tiga varian hermeneutika tersebut, niscaya akan lebih memungkinkan adanya pemahaman yang memadai tentang hermeneutika dalam sastra.
Dalam perkembangan teori-teori sastra kontemporer juga terlihat bahwa ada kecenderungan yang kuat untuk meletakkan pentingnya peran subjek pembaca (audience) dalam menginterpretasi makna teks. Kecenderungan itu sangat kuat tampak pada hermeneutika ontologis yang dikembangkan oleh Gadamer, yang pemahamannya didasarkan pada basis filsafat fenomenologi Heidegger. Valdes menyebut hal ini sebagai hermeneutika fenomenologi, dan terkait dengan nama-nama tokoh Heidegger, Gadamer, dan Ricoeur.49
Untuk itu, jika kita menerima hermeneutika sebagai sebuah teori interpretasi reflektif, hermeneutika fenomenologis merupakan sebuah teori interpretasi reflektif yang didasarkan pada perkiraan filosofis fenomenologis. Dasar dari hermeneutika fenomenologis adalah mempertanyakan hubungan subjek-objek dan dari pertanyaan inilah dapat diamati bahwa ide dari objektivitas perkiraan merupakan sebuah hubungan yang mencakup objek yang tersembunyi. Hubungan ini bersifat mendasar dan fundamental (being-in-theworld).50
Tiga varian hermeneutika: 1.metodologis/teoritis
2.filosofis, dan
3.kritis
masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Dalam hubungan ini, sebetulnya yang terpenting bagi interpreter adalah bagaimana hermeneutika itu dapat diterapkan secara kritis agar tidak ketinggalan zaman. Dalam konteks ini, barangkali interpreter perlu menyadari bahwa sebuah pemahaman dan interpretasi teks pada dasarnya bersifat dinamis.
DAFTAR PUSTAKA
B. Simega, “Hermeneutika Sebagai Interpretasi Makna Dalam Kajian Sastra”, Jurnal KIP , vol. 2, tidak. 1 hlm. 24–48, Des. 2017.
Manuaba, Putera.2001."Hermeneutika dan Interpretasi Sastra". (Online)
https://www.angelfire.com/journal/fsulimelight/hermen.htmldi unduh pada 30 November 2022.
Nursida, Ida."Menakar Hermeneutika Dalam Kajian Sastra" Jurnal Kajian Sastra Vol.34 No.1 (2017):81-107]